Peningkatan Kinerja Saham Perkebunan Kelapa Sawit: Peluang Investasi di Indonesia

RedaksiBali.com – Trimegah Sekuritas, salah satu perusahaan sekuritas terkemuka di Indonesia, baru-baru ini merevisi naik kinerja keuangan dan saham emiten perkebunan kelapa sawit maupun produsen minyak sawit mentah (CPO). Para analis Trimegah Sekuritas, Alberto Jonas Kusuma dan Kharel Devin Fielim, mengungkapkan bahwa masa kejayaan emiten ini diprediksi akan kembali mulai tahun ini.

Revisi naik prospek saham ini didukung oleh beberapa faktor, antara lain tren peningkatan harga CPO, peningkatan permintaan impor dari India dan Cina, serta normalisasi harga pupuk. Harga CPO meningkat karena adanya lonjakan permintaan dalam beberapa pekan terakhir yang berimbas pada peningkatan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Sebagai contoh, harga minyak kedelai saat ini ditransaksikan lebih tinggi 72% dibandingkan dengan harga CPO. Perbedaan harga ini terlalu jauh jika dibandingkan dengan rata-rata tahun 2017-2022 yang hanya memiliki perbedaan harga sebesar 22%. Lonjakan harga minyak kedelai ini dipengaruhi oleh gagal panen di Argentina sebagai produsen minyak kedelai terbesar ketiga di dunia.

baca juga : 

 

Kenaikan harga CPO ini juga dipicu oleh peningkatan permintaan dari India dan Cina. India secara agresif mengimpor CPO hingga mencapai 1,1 juta ton pada Juli 2023, atau naik 61% dari bulan sebelumnya. Begitu juga dengan Cina yang telah menandatangani pembelian tambahan sebanyak 1 juta ton CPO dari Indonesia untuk tahun 2023-2024. Hal ini akan membuat ekspor CPO Indonesia ke Cina meningkat dari 6 juta ton pada 2022 menjadi 7-8 juta ton pada 2023-2024.

Meskipun terjadi lonjakan permintaan yang dipicu oleh pengalihan impor minyak nabati ke CPO, Trimegah Sekuritas menyebutkan bahwa suplai minyak sawit Indonesia dan Malaysia diprediksi akan turun pada 2023-2024 menjadi sekitar 64,6 juta ton dan 63,5 juta ton, dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 65,6 juta ton. Penurunan suplai ini dipicu oleh cuaca El Nino di dunia. Selain itu, penurunan suplai CPO juga disebabkan oleh rendahnya aktivitas penanaman kembali kebun kelapa sawit akibat penyakit Ganoderma. Beberapa perusahaan di Sumatra bahkan telah menghentikan penanaman kembali sawit akibat penyakit ini.

Faktor lain yang mendukung penguatan prospek CPO adalah penurunan harga pembelian pupuk. Harga pupuk di Brazil dan Amerika Utara telah mengalami penurunan sepanjang tahun ini, berkisar antara 28-57%. Penurunan ini sejalan dengan agresifnya ekspansi kapasitas produsen pupuk. India, sebagai produsen urea terbesar di dunia, telah menaikkan kapasitas produksinya dari 28 juta ton pada tahun 2022 menjadi 35 juta ton pada tahun 2023. Begitu juga dengan OCP Group, produsen pupuk fosfat terbesar di dunia, telah menaikkan target produksi tahunan menjadi 20 juta ton pada tahun 2027, dibandingkan dengan tahun 2022 yang hanya mencapai 11 juta ton.

Kenaikan prospek CPO juga didukung oleh keputusan pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan B35 sejak Agustus 2023. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi biodiesel menjadi 13,5 juta kiloliter pada tahun 2024, dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya yaitu B30 yang hanya memiliki konsumsi sekitar 9-10 juta kiloliter per tahun. Kebijakan ini akan membuat peningkatan konsumsi CPO dalam negeri mencapai sekitar 22,5 juta ton pada tahun 2023 dan meningkat menjadi 23 juta ton pada tahun 2024.

Di tengah tren peningkatan harga CPO dan penurunan harga pupuk, performa keuangan dan saham emiten perkebunan Indonesia diprediksi akan meningkat. Beberapa saham pilihan yang direkomendasikan oleh Trimegah Sekuritas adalah saham PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dengan target harga Rp 775, PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dengan target harga Rp 770, dan PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk (NSSS) dengan target harga Rp 222.

Video terkait : 

 

Umah IT
adaru bhumi
Siplah Umah IT
Tag: , ,